Selasa, 06 Juli 2010

Pagi

Apa yang kita ketahui tentang pagi. Pagi merupakan sistem waktu setelah malam dan sebelum siang. Ditandai dengan matahari yang belum bersinar terik. Udara masih dingin, karena embun-embun masih mendiami pucuk-pucuk pohon sebelum terbang kembali ke peraduannya abadi di langit. Selalu mempesona, karena badan masih sedemikian kuat tanpa letih setelah beristirahat selama delapan jam. Yang paling menkajubkan adalah, setiap pagi segudang agenda merealisasi harapan hadir. Tidak hanya tertulis di lipatan-lipatan buku catatan. melainkan hadir bersama nafas dan pikiran negatif luruh bersama kantuk yang hilang. Tidak ada yang sesegar air dipagi hari. Meluncur perlahan membersihkan keringat semalaman tadi. Memberikan kekuatan setara doa.
Saat pintu kontrakan dibuka. Satu eksemplar koran sudah menunggu di selasar. Pagi hari selalu menyediakan berita. Setelah mendapati posisi nyaman di bangku kulit warna merah, saya mulai membaca. Pagi yang indah. Sayang, tidak ada pisang goreng dan teh hangat.
Melewati jalan yang menananjak hampir 45 derajat, sepeda motor melaju perlahan dengan suara geraman yang menyedihkan. Setalah mendapat jalanan yang datar, geraman tersbut menghilang. hanya sesekali suara berdenyit ketika shockbreaker bekerja mengurangi hentakan akibat ban terantuk batu. "Permisi mbah..." Saya menyapa seorang nenek yang setiap pagi sudah berada di depan rumahnya tidak jauh dari kontrakan. "Kerja le...." ujarnya sembari menyapu. Percakapan pertama kali dan selalu yang pertama saat badan melepaskan diri dari kenkmatan absurd kamar kontrakan.
Begitulah pagi menyediakan segala macam perbincangan. Dan sepeda motor terus melaju menuju taman lingkaran, kemudian jalan menurun, belok kiri dan bergabung bersama ratusan pengendara yang mencintai pagi.

Dan pagi menurut saya adalah harapan...sepenggal waktu yang sangat penting sebelum akhirnya kehidupan benar -nbenar menguji kekuatan kita..........

Senin, 05 Juli 2010

33

Malam tadi kami membicarakan konsep. Tentu dengan lidah yang terasa manis Vit C. Badan belum sepenuhnya fit. Lelah bekerja, dan sekarang lelah berpikir. " Kita cuma perlu orang yang mau hidup dengan kita...." tegas seorang teman, yang mengalami nasib naas seperti saya. Masih sendiri menjelang angka 30. Seperti berusaha menjawab..."Kamu pilih orang yang mencintai kamu atau orang yang kamu cintai.....jika keadaan tidak memungkinkan keduanya bersama dengan saling mencinta". ah segera saja suasana riuh menjadi hening. Ada empat orang yang terdiam. Bagaimana rasanya hidup dengan orang yang belum genap dicintai. "Preek.." seorang teman bilang. “Gak usah terlalu kebanyakan konsep lah. Lihat jaman dulu banyak orang dijodohkan, tetapi mereka hidup dan beranak pinak juga.dan tidak ramai kasus perceraian seperti saat ini. Apa jaman dulu pemuda-pemudi bisa sebebas saat ini. Berterimakasilah dengan televisi dan internetlah yang telah mengalahkan dengan gigih nilai yang “benar” menurut orangtua jaman dulu, bersyukurlah sahabat, sayang kelonggaran nilai membuat kita sering mengabaikan banyak hal dan kebebasan yang diberikan jaman hanya menciptakan egoisme yang tidak toleran dengan logika. Jaman dulu kata sayang diujung pulau saja terdengar, saat ini dibayar oleh tubuhpun kata sayangpun lama sekali menyntuh gendang telinga apalagi hati yang paling dalam”. Ujar temanku bicara dengan mulut yang sibuk mengunyah.
Kita hanya sibuk bekerja. Semua penilaian pasti ada harganya. Kita menilai lebih lambat dari pekerja lainnya. Berpikir disaat lelah itu tidak baik. Tapi menurut saya itu menarik Konsep “orang yang mau hidup dengan kita….”. Saya yakin ada skenario yang lebih besar yang disiapkan Tuhan untuk manusia jenis tersebut. Seorang sahabat di Kampung halaman bilang “saya akan menikah dengan peremuan yang didatangkan Tuhan….baru kenal beberapa hari, merasa cocok, maka jadilah sebuah keluarga yang disahkan dalam sebuah pernikahan….”, dan begitulah akhirnya sahabt saya itu menjadi manusia yang seutuhnya. Tidak banyak konsep. Hanya perlu beberapa konsep saja. Konsep keyakinan dan Konsep perjuangkan.
Semua kembali diam. Lalu seorang teman yang paling tua berujar..”waktu yang sedemikian singkat itu apa sudah merupakan cukup modal buat kita berjuang, waktu itu adalah pemahaman,…”. Lalu seteguk lagi kopi masuk dalam tenggorokan membasahi lambuh yang perih oleh lapar. Masih sempat melihat bayangan diri dipermukaan cairan kopi yang gelap. Memandangi wajah yang sekedarnya. Hahaha….menarik sekali. “Jangan-jangan membicarakan konsep tentang hubungan ini lebih rumit dari menjalaninya. Apakah kamu begitu khawatir saat anggka 30 menjadi penanda diri selama sepuluh tahun sebelum kemudian berganti menjadi 40 kemudian 50” ujar saya sembari berusaha penangkap lebih jelas lagi bayangan wajah yang terpnatul dipermukaan kopi yang hitam.
Tiba-tiba telpon selular teman disamping kipas angin berbunyi. “33…” teriak teman….”kita tidak usah meributkan dulu angka 30 …ini ada 33 di Jalan raya Gombel, yang baru diketahui MD 3….” Semua bergerak cepat dalam hitungan menit, menit selanjutnya hanya ada suara geram sepeda motor karena pedal gas ditarik dalam-dalam.

Hidup adalah perjuangan maka perjuangkanlah……………

Vit C

Begitulah akhirnya tablet Vit C berdiameter kurang lebih tiga cm tercebur dalam air dingin yang ada gelas. Buih warna orange bergemuruh. Memenuhi ruang dalam air yang kini berubah warna. Sepertinya tablet terbuat terdiri dari buih-buih orange. Lihat saja, saat berribu buih berenang dari dasar gelas, kemudian menyembul dipermukanan. Tubuh Vit C terus berkurang. Hingga akhirnya tidak tersisia.

Beberapa hari ini tubu menjadi sangat lemah. Cuaca yang ekstrim ditengarai menjadi penyebabnya. Lau waktu istirahat yang kurang. Menyiksa tubuh yang sedang giat-gitanya bekerja.

"Meriang" bgitulah dampak saat kondisi badan yang tidak bisa menyesuaiakan suhu saat petang berganti malam. seperti fatamorgana. Mata menjadi berat dan menarik syaraf mata hebat yang semua bermuara diujung kepala. Pening. Hanya ingin merebahkan badan. Dan menggantungkan semua lelah dalam dengkur berkepanjangan.
Lalu saran datang. Vit C dipercaya mampu meredam semua gejalan yang menyiksa.

Lalu tibalahlah waktu meminum. Segar tablet Vit C mengguyur tenggorakan yang kaku.
Tiba-tiba ingat kipas angin tua di kamar kontrakan. Saya nyalakan saat akan beritirahat setelah lelah seharian.

Menyegarkan (4 Juli 2010)

Hening

Masih duduk dikursi tua beranyam rotan.....sementara meja bundar marmer masih menjadi tempat yang nyaman buat gelas-gelas kopi. Hanya hening di penghujung Juni. Sementara rasa manis kopi telah menjadi pahit. Mata terus saja mengajak berbincang. Telinga masih saja mengajak berdendang. Saya butuh teman. Tempat menyesap kopi bersama. Tidak seperti ini.....

Tadi sempat bergembira bersama teman-teman. Tapi begitulah malam selalu menghadirkan banyak ruang kosong. Untuk itulah banyak orang berusaha mencari pasangannya. sebagai teman saat jebakan ruang kosong berhasil mengurung tubuh.

Seperti malam ini.

Hening (30 Juni 2010)

Malam yang tidak menyenangkan

Malam dengan suhu 32 derajat selsius tidak bisa dibilang seagai malam yang menyenangkan. Tidak saya lihat pucuk-pucuk cemara bergoyang. Begitu sunyi. Seperti dikelilingi oleh panas yang datang entah dari mana. Begitulah malam begitu pengap ditengah pemandangan cantik Bulan Purnama. tempat banyak pujangga menyairkan keindahannya. Tapi malam ini sungguh panas. Di perbatasan malam mungkin musim hujan seolah tidak ingin segera meninggalkan peraduannya. menggoda malam dengan gelisah. Menandai malam dengan keheningan.
Malam dengan suhu 32 derajat selsius tidak bisa dibilang sebagai malam yang menyenangkan. Lamat-lamat, dikejauhan. Ditempat yang mengabur antara batas langit dan daratan menjadi satu. malam mengaum, menggeram. Itulah gemuruh. Jejak langkah musim hujan berjalan tergesa. entah dia akan pergi ke arah mana.

Ini bukan malam yang menyenangkan, hanya saja saya masih berharap. Masih ada semangat untuk menikmatinya. membelah malam. Menarik gas motor dalam-dalam. Memeluki gulita. Menuju Kota yang telah lama ditinggal. Malam akan berubah segera. Mudah2an akan terjadi nanti tengah malam......wlaupun malam tidak menyenangkan maukah kau menenami? (25 Juni 2010)