Senin, 05 Juli 2010

33

Malam tadi kami membicarakan konsep. Tentu dengan lidah yang terasa manis Vit C. Badan belum sepenuhnya fit. Lelah bekerja, dan sekarang lelah berpikir. " Kita cuma perlu orang yang mau hidup dengan kita...." tegas seorang teman, yang mengalami nasib naas seperti saya. Masih sendiri menjelang angka 30. Seperti berusaha menjawab..."Kamu pilih orang yang mencintai kamu atau orang yang kamu cintai.....jika keadaan tidak memungkinkan keduanya bersama dengan saling mencinta". ah segera saja suasana riuh menjadi hening. Ada empat orang yang terdiam. Bagaimana rasanya hidup dengan orang yang belum genap dicintai. "Preek.." seorang teman bilang. “Gak usah terlalu kebanyakan konsep lah. Lihat jaman dulu banyak orang dijodohkan, tetapi mereka hidup dan beranak pinak juga.dan tidak ramai kasus perceraian seperti saat ini. Apa jaman dulu pemuda-pemudi bisa sebebas saat ini. Berterimakasilah dengan televisi dan internetlah yang telah mengalahkan dengan gigih nilai yang “benar” menurut orangtua jaman dulu, bersyukurlah sahabat, sayang kelonggaran nilai membuat kita sering mengabaikan banyak hal dan kebebasan yang diberikan jaman hanya menciptakan egoisme yang tidak toleran dengan logika. Jaman dulu kata sayang diujung pulau saja terdengar, saat ini dibayar oleh tubuhpun kata sayangpun lama sekali menyntuh gendang telinga apalagi hati yang paling dalam”. Ujar temanku bicara dengan mulut yang sibuk mengunyah.
Kita hanya sibuk bekerja. Semua penilaian pasti ada harganya. Kita menilai lebih lambat dari pekerja lainnya. Berpikir disaat lelah itu tidak baik. Tapi menurut saya itu menarik Konsep “orang yang mau hidup dengan kita….”. Saya yakin ada skenario yang lebih besar yang disiapkan Tuhan untuk manusia jenis tersebut. Seorang sahabat di Kampung halaman bilang “saya akan menikah dengan peremuan yang didatangkan Tuhan….baru kenal beberapa hari, merasa cocok, maka jadilah sebuah keluarga yang disahkan dalam sebuah pernikahan….”, dan begitulah akhirnya sahabt saya itu menjadi manusia yang seutuhnya. Tidak banyak konsep. Hanya perlu beberapa konsep saja. Konsep keyakinan dan Konsep perjuangkan.
Semua kembali diam. Lalu seorang teman yang paling tua berujar..”waktu yang sedemikian singkat itu apa sudah merupakan cukup modal buat kita berjuang, waktu itu adalah pemahaman,…”. Lalu seteguk lagi kopi masuk dalam tenggorokan membasahi lambuh yang perih oleh lapar. Masih sempat melihat bayangan diri dipermukaan cairan kopi yang gelap. Memandangi wajah yang sekedarnya. Hahaha….menarik sekali. “Jangan-jangan membicarakan konsep tentang hubungan ini lebih rumit dari menjalaninya. Apakah kamu begitu khawatir saat anggka 30 menjadi penanda diri selama sepuluh tahun sebelum kemudian berganti menjadi 40 kemudian 50” ujar saya sembari berusaha penangkap lebih jelas lagi bayangan wajah yang terpnatul dipermukaan kopi yang hitam.
Tiba-tiba telpon selular teman disamping kipas angin berbunyi. “33…” teriak teman….”kita tidak usah meributkan dulu angka 30 …ini ada 33 di Jalan raya Gombel, yang baru diketahui MD 3….” Semua bergerak cepat dalam hitungan menit, menit selanjutnya hanya ada suara geram sepeda motor karena pedal gas ditarik dalam-dalam.

Hidup adalah perjuangan maka perjuangkanlah……………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar