Selasa, 19 Oktober 2010

Bermain Hujan

Suara rintik hujan terdengar perlahan. Dan akhirnya hujan sangat deras. Jelas terlihat dari jendela. Anak-anak hujan menghujam tanah. Menciptakan kabut yang menutupi persawahan. Ingat dulu ayah selalu mengajak menikmati hujan dari saung milik kakek di ujung sawah. Membiarkan tubuh menjadi basah. Kemudian ayah mengajak adu lari. Siapa sampai duluan sampai orang-orangan sawah. Akan ditraktir mie ayam dekat terminal. 1....2...3.....dan kamipun beradu tangkas. Menyusuri setapak licin. dan membiarkan tubuh terpeleset masuk ke dalam kubangan lumpur. Kamipun tertawa bersama. Kemudian ayah selalu bercerita " Lihat....tanah ini adalah tanah yang menyusun struktur tubuh kita" lalu ayah mulaii mebaluri lumpur ke wajahnya.....Lihat!!! Serukan!!! ayo ikuti...setelah semua wajahnya tertutup lumpur ayah mulai mebaluri seluruh lumpur ke tubuhnya. Menyenangkan sekali. "Baik-buruk tanah ini harus kita jaga......banyak tanah lebih subur...banyak tanah lebih indah. Tapi buat apa kalau dia tidak menghendaki tubuh kita. .....Begitu selalu ayah mengakhiri permainan lumpur. Setelah itu kamipun kembali berpacu. Dan ayah ternyata lebih dulu memegang orang-orangan sawah. Dan untuk kesekian kalinya saya kalah." Tenang nak...ada saatnya kamu menang..nikmati permainan...sekarang biarkan ayah yang traktir kamu mie ayam....saya yakin suatu saat nanti kau akan menolak ayah traktir. Dan kamu akan selalu menjadi anak kebanggaan ayah.....tunggu saja waktunya......".
Lalu kubangunkan jiwa yang tertidur lelap perlahan."Hei Jiwa....hujan nak....mau bermain bersama ayah....? (27 Juli 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar