Senin, 31 Mei 2010

Cinta..hmmmmm

" Cinta.....
Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun
Cinta adalah kecocokan jiwa dan jika itu tak ada maka cinta tidak akan pernah tercipta, walau dalam hitungan tahun atau abad
Cinta adalah keinginan untuk berbagi
Cinta adalah keseimbangan antara kesediaan untuk memberi dan menerima
Cinta adalah sebuah kata bercahaya, yang ditulis oleh tangan yang bercahaya pada malam penuh cahaya
Cinta adalah pemberian Tuhan untuk jiwa-jiwa yang peka dan suci
Cinta sejati adalah cinta yang mau melakukan pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang dicintainya
Cinta sejati adalah cinta ang sanggup membakar ego dan menyemai kebersamaan....." (Kahlil Gibran)


Ya begitulah penggalan puisi klasik karya Gibran yang kebetulan saya copy dari blog teman saya. Menarik sekali. Saya pikir memang ada unsur kejutan, saat manakala, kita menemukan sebuah kejadian. Seorang menjalin hubungan bertahun-tahun dan akhirnya bermuara pada hati yang ia temukan dalam sekejap mata. Jodoh seperti kematian, diciptakan memang sangat meisteriusnya oleh Tuhan. Sementara manusia diciptakan dengan cadangan ego yang segudang. Yang membuat mereka bisa memilih. Tau mana yang diinginkannya. Tau mana yang dikehendakinya. Tapi begitulah. Ego juga menciptakan sebuah keadaan dimana kita selalu meminta...dan mengabaikan kewajiban kita untuk memberi. mengabaikan logika, mementingkan rasa. Seperti halnya saat kita selalu menuntut hak asasi, sementara kita juga mempunyai kewajiban asasi. Dan kadangkala kita sudah tidak lagi peka dan suci, karena cinta datang bersamaan dengan banyak maksud. Menghitung untung rugi. Tidak ada lagi cinta yang seadanya. Bukan meminta nasi, tetapi mintalah berbulir biji padi, yang kemudian disemai bersama. Dengan segala keringat, dengan segala duka. Apakah masih ada individu yang mau berbagi tidak hanya suka tapi duka?. Seorang bijak bilang berpasangan itu harus ada unsur kejutan. Lebih baik mengawali semua dari nol dan bangun bersama rumah warna biru,daripada mendapati semua sudah ada di depan mata. Proses membangun itulah yang mahal harganya. Kiata akan mendapati namanya berjuang bersama, berbagi keringat, berbagi pemahaman. Dan begituah proses tulang rusuk yang hilang menemukan patahannya.
Dan semua diawali dari keyakinan, saat mata bertemu mata..saat hati bertemu hati.......Pergilah keluar ruang kemudian sesapi aroma kehidupan, dan bukan menyadari apa yang kita inginkan, tapi menyadari memang inilah yang harusnya terjadi.........(31-5-2010)

Jumat, 28 Mei 2010

Langit Hari Ini


Seorang teman begitu menyukai langit hari ini. Biru segar. Sementara perlahan-lahan awan abu-abu dan beberapa kehitaman bergulung-gulung. Seperti hamparan rerumputan biru saat ribuan domba merumput disana. Ya komposisi yang cukup menarik. Asal awan-awan yang misterius tersebut tidak menutupi langit biru siang seluruhnya saja. Semua saya nikmati dari balik jendela kantor. Merasakan kesejukan angin yang bertiup perlahan dari puncak Ungaran.
Ya begitulah hari ini. Kemarin sore hingga malam hujan seharian. Saat pagi membuka pintu. Hanya lngit biru dan terik matahari mengucapkan selamat pagi.
Lukisan pagi yang mempesona.
Dan saya setuju bahwa langit hari ini pantas disukai.........(28 Mei 2010)

Kembali Jas Hujan.....

Sejak kehujanan dari magelang akibat jas hujan yang tertinggal, hal pertama yang akan saya lakukan adalah mengembalikan jas hujan warna orange ke tempatnya semula, di dalam bagasi sepeda motor jupiter tahun 2009 saya.....dan itu pun segera saya lakukan. Membayangkan kebodohan harus kehujanan di musim hujan akibat lupa bawa jas hujan? wah seperti menikmati enaknya rendang lebaran buatan Bunda saat sakit gigi. Mungkin tidak ditemukan korelasinya.....hanya dihubungkan oleh ketidakmujuran atau kesialan saja. Begitulah hari dimulai kemarin, dengan angkasa birunya. Tidak akan ada kebodoan lagi semestinya. Beberapa undangan liputan pun dikunjungi, berusaha menutupi kuota foto untuk hari yang melelahkan sebelum libur panjang (bagi pegawai kantoran). Dengan agenda terakhir adalah meliput penanaman pohon trembesi oleh Iwan Fals, dan legenda bulutangkis nasional, Susi Susanti dan Alan Budikusuma serta Hariyanto arbi. Jam 15.00.
Tepat tengah hari di daerah Sampangan, makan di Warung Tegal,sembari makan bersama dua sahabat mulai kembali membicarakan hidup. Mulai pekerjaan, mimpi hingga rencana berkeluarga. Masing-masing punya persepsi dan rencana yang dibuat dengan terburu-buru. Sepertinya memang seperti sudah kehabisan waktu. Mencoba membagi pikiran di kepala dengan pekerjaan yang maha ruwet serta kehidupan pribadi yang maha penting. Kedua kepentingan itu cukup membuat perut lapar. Tidak sadar dalam waktu singkat, nasi, sayur jamur, serta kangkung ludes. Perut kenyang, dan sejumlah pertanyaan yang timbul dari pembicaraan.
Di antara lalu lalang kendaraan di Jalan Menoreh kami berpisah. Satu temanku mencari foto, satu teman kembali ke kontrakan, dan saya segera menuju kantor. Sedikit mendinginkan tubuh yang kepanasan di ruangan yang berpendingin ruangan sebelum bergegas menuju agenda terakhir.
Entah bagaimana tiba-tiba saya merasa ingin menggunakan motor kantor. Mungkin merasa kasihan, bahwa dalam seminggu terkhir dan belum juga ganti oli,motor jupiter sangat kelelahan.
Gantilah saya menggunakan Honda Supra. Tanpa ragu lagi, segeralah saya dan motor kantor bergabung bersama kehidupan lalu lintas jalur pantura. Setibanya di lokasi, semua hiruk pikuk. Warwan berburu berita dan pihak penyelenggra menyiapkan medan berita. Setelah rangkaian penanaman pohon dilakukan oleh bintang tamu. Giliran Iwan Fals menyumbangkan suaranya.....lagu bertema tanam pohon, serta ditutup oleh lagu Bento dan Bongkar....dan saat itu suasana sudah sangat mendung, hingga saat bait pertama dilantunkan, hujan turun sangat deras. Saya yang berada di tenda tepat di dapn panggung sangat puas dengan aksi Bang Iwan. Di bawah guyuran hujan, Iwan Fals seperti menikmati pertunjukkan alam tersebut. Padahal sejumlah wartawan berkamera mulai menyingkir, menyelamatkan masa depan alat kerja yang menyokong kehidupannya. Begitu hampir 30 menitan Iwan Fals memanggil hujan.
Disana lah saya mulai sadar....saya melakukan kebodohan kedua. Saya memasukkan jas hujan orange ke bagasi motor jupiter. Dan tanpa saya sadar dan cek terlebih dahulu saya telah menukar motor dengan milik kantor. Alamak..........
Kembali menciumi hujan pulang ke semarang. Sembari menggerutu. Tidak lebih pandai dari keledai. Masih melakukan hal yang sama. Apapun alasannya....tidak bawa jas hujan saat musim hujan adalah kebodohan.(27 Mei 2010)

Jas Hujan dan Telat Bangun

"Saya selalu suka hujan..." begitu ungkap teman saat bertemu di dunia maya. Pagi ini memang tidak terlihat akan turun hujan, hanya mata terus dipenuhi air, karena akibat bergadang bersama teman-teman hingga dini hari, dan harus memaksa tanpa mandi, badan langsung menyangking tas kamera untuk menuju Magelang. Begitulah mata saya mengabur. masih sekali berat, karena saya tidak punya alasan apapaun untk membuat keterlambatan ini menjadi senjata mematikan nanti sore. Terus saja berair setidaknya hingga 20 kiloan meter lebih dari semarang atau saat memasuki Ungaran baru mata saya sedikit jernih...hingga kemudian saya terpaksa harus berhenti untk mengisi bensin motor yamaha saya yang tinggal satu strip. Saat bagasi dibuka, saya menemukan hal yang tidak biasa. Jas hujan warna orange yang selam ini melindung tubuh dan kamera saat menembus hujan tidak ada pada tempatnya. Lalu otomatis mata mengamati langit pagi. Tidak biru. hanya kelabu. Damn!!!
Secepat kilat saat uang kembalian diterima dari petugas SPBU. Saya menarik gas sepeda motor dalam-dalam. meraung. Masih di Sekitar Kecamatan Jambu.....masih harus melewati Soropadan, Secang, baru kemudian Magelang......Saya takut hujan. tidak seperti biasanya. Sebuah prosedur yang tidak semestinya. Tidak membawa jas hujan di kala musim hujan.
harusnya saya berangkat dari kantor Menteri Supeno pukul 05.30...tidak 06.15.....45 menit yang mematikan. Sebuah alasan yang tepat untuk sedikit tidak mengindahkan keselamatan. Bagaimana kalo acara nya dah selesai. Hanya koran tempat saya bekerja yang tidak punya fotonya...apakah para penjaga halaman koran akan mengerti jika tahu saya terlambat bangun kaibat karokean bersama teman hingga dini hari. Hah..sama saja bunuh diri.......bukan alasan yang tepat...dan memang tidak perlu ada alasan untuk semua kecorobahn ini. Terlambat bangun dan tidak bawa jas hujan......
Kembali ke " Saya selalu suka saat hujan....". begitulah akhirnya. Saat sampai di magelang. Saya melihat teman-teman kaget. " Sudah mulai dari tadi...". dan dengan terburu-buru mengeluarkan kamera saya melihat hanya tinggal seratusan meteran lagi iring-iringan biksu menyelesaikan ritual pindapata di Jalan Pemuda.Seratus meteran yang menentukan, tanpa menyapa sahabat seperjuangan..saya biarkan shutter speed bekerja dengan efektif. Sudut luaas...sudut sempit....hah...selamat!!!! masih bisa menyelesaikan sebuah tugas akibat bangun telat.
Maisih ada satu lagi.....saya takut hujan. Setelah mengunjungi seorang sahabat di Muntilan. Sayapun pamit, dan teman yang sudah tahu bagaimana pekerjaan seorang waratwan terheran-heran saat saya pamit " maaf mas..saya harus segera kembali ke Semarang...mumpung belum hujan". ya begitulah, akhirnya sebuah tanda pamit yang tidak biasanya" wartawan kok takut hujan....."
Benar saja...saat memasuki Secang...rintik hujan mulai turun. Ah nekat saja....karena nanggung....dikit-dikit rintik hujan semakin kencang. Bulir-bulir hujan mulai menyakiti tubuh. dan Jaket berbahan polar merk Kolping tidak lagi kering meliankan basah semua....dingin airnya mulai membah perut bunci saya..masih saja nekat. tidak mau kalah oleh hujan.......dan memang hujan akhirnya.
Hanya mengutuk diri...tidak ada yang sehina saya hari ini. Harus tunduk oleh hujan. Dan memaksa meminggirkanmotor ke tepi. dan membiarkan beberapa menit terbuang dengan menunggu hujan reda di gubuk kayu sisa penjual madu.
Jangan pernah tidak membawa jas hujan di kala hujan....dan janagan telat juga bangunnya......(26 Mei 2010)

Rencana

Tiga kertas yang saling bertumpuk, putih, biru dan kuning. Begitu semangat pena warna hitam menari diatasnya. ya kertas yang sangat ditunggu oleh semua karyawan. beberapa pertanyaaan tertulis disana, salah satunyta " selama cuti di :.........". tentu masih dibumi tentunya. Tapi kali ini saya menulis "Jakarta", dan selama ini tidak ada kota lain yang dituju saat saya mengambil cuti. Minggu kemarin baru saja pulang, melihat dua keponakanku, anak kakakku Arianti Patria memancing tawa, hanya beberapa jam pertemuan saja. begitu nyata melihat mereka tumbuh sehat, terlebih keponakan terkecil Quinita menyanyikan lagu "suwe ora Jamu", lidah tiga tahunnya belum mengucap lapal yang benar, tetapi bagi saya itu cukup untuk menguapkan kerinduan, karena selama ini saya hanya memabayangkan mereka lewat suaranya dibalik telpon genggam. dan ritual yang membahagaiakan saat mengajak kedua keponakkanku pergi ke toko buku, Quinita meminta tas sekolah lengkap dengan rantang dan botol minumannya, karena ia akan segera masuk ke PAUD sementara Laksamana, anak kakakku tertua, meminta mainan truk dan buku mengaji Iqro, dan semua harus direlakan hilang, karena kembali harus beranjak dari rumah menuju pernikahan seorang sahabat, dan langsung menuju Gambir mengejar kereta yang akan membawa saya kembali ke Semarang dan itu tiga hari lalu.
Dan apapun urusannya, perjalanan pulang menjadi begitu istimewa.merindukan cerita bersama di kamar ayah dan ibu. Atau mencicipi Spagheti dan rendang buatan Bunda yang paling enak, karena dibuat dengan bumbu istimewa yang semua keluarga belum tentu mampu membuatnya, rendang dan spagheti bumbu cinta keluarga Patria.
Kali ini saya pulang satu hari. Satu hari saja untuk menghormati arti sebuah keluarga. Tidak hanya keluarga saya sendiri, tetapi keluarga yang saya bangun saat dibangku kuliah. Beberapa bulan terakhir adik kelas di Unit Fotografi mengundang saya untuk menghadiri pembukaan pameran fotografi, sebuah usaha nyata kami di unit fotografi untuk hidup lebih dihargai, kali ini temanya Bangka dan belitung. Sebuah perjalanan yang panjang sekaligus melelahkan untuk menangkap peristiwa dan panorama dengan kamera, kemudian menghadirkannya dihadapan publik melalui sebuah pameran.
Beberapa teman satu angkatan sudah memberi kabar bahwa akan ada sebuah pertemuan yang maha penting agar rantai persaudaran yang sedemikian sulit dibangun untuk tetap bertahan ditengah hujan garam kehidupan.
Sebuah panggilan telpon mampir, dan kuangkat, " Maaf Bah....untuk sementara tidak ada cuti dulu...".
Begitula hidup. kadangkala apa yang kita pikirkan dan harapkan tidak terjadi. Entah karena memang dalam pekerjaan ini kita terikat dalam sebuah sistem. Da kita sendiri hanya bagian individu terkecil. ya saya tidak meratapi kegagalan ini. Saya hanya berpikir apakah ada momentum yang begitu baik seperti pada hari Minggu (30/5) di penggalan kehidupan yang akan datang. tetapi hingga saat ini saya tetap merasa bangga, bahwa rencana kepulangan itu sempat mampir did alam kepala, dan sebuah surat ijin dibuat.
Ah maaf sahabat semua, hidup saya kini tidak seperti dulu lagi. Pekerjaan yang melenakan yang sempat membuat lupa akan rumah dulu yang kita bangun bersama. Saya kembali tidak bisa dan berkumpul disaat saya mulai sadar kembali. Kalau tanpa kalian, tidak ada syaa seperti sekarang ini.....

tetap perhatikan halam koran sahabat, cari saya di sana. Begitulah saya akan baik-baik saja..........(25 Mei 2010)

Rumah Biru

Saat kaki melangkah menuju rumah biru di pucuk bukit, senja mulai datang. Selalu saja, jalan menanjak hampir 45 derajat menjadi bagian yang paling menyenangkan sata pulang. Bisa membayangkan setelah sekian lama berbagi perhatian dengan pekerjaan, dan akhirnya bersiap kembali melabur pewarna di dinding kayunya yang mulai kusam. Dan pewarna biru beserta kuas berayun-ayun saat tubuh menapak setapak terjal, dan licin, karena rumput mulai basah oleh embun. Ah rumah biru sudah dibangun sejak lama, ayah dan ibu belum sadar memeiki anak bernama suara. Sejak dulu rumah birumenjadi tempat paling istimewa untuk berpetualang dalam ombak imajinasi. Berselancar bersama potongan kayu dar sampan yang pecah menumbuk karang.

Rumah biru, tempat nenek berada. Tidak ada lagi mie goreng, atau teh manis hangat istimewa buatannya. Ya sejak 2004, nenek pemilik rumah biru kembali menjadi bintang. Dimalam yang gelap. Hanya sebuah gurauan utnuk terus berjuang merealisasikan setiap imajinasi, dan untuk terus bermimpi yang selalau ku ingat.

Datanglah malam ini, dengan segala keajaiban. Ada satu pertanyaan yang selalu bisa kau jawab walau kau hanya diam...... (24 Mei 2010)

Kehilangan yang Indah

Belajar menerima kehilangan. Entah apapun itu. Kehilangan mimpi, kehilangan semangat, atau kehilangan catatan yang selama ini meramaikan bagian kolom dalam buku muka. Entah apapun bentuknya. kehilangan merupakan sebuah bagian yang akan selalu mengintai kehidupan. tetapi tetap saja. Bagaimanapun mereka menjelma dalam setiap kesempatan, dan kadang tergambar jelas dalam bentuk garis tangan. kehilangan masih saja sulit dimengerti. Kita Selalu siap dengan berkah....penemuan..harapan yang terealisasi..atau apapun itu. Tapi kita tidak pernah merasa siap dengan kehilangan.....Saya beberapa kali melewati sebuah kehilangan besar. Dan itu sangat berengaruh sekali dalam kehidupan. Seorang nenek, sebuah motor, kekasih, dan banyak lagi. Tapi ada hal yang mudah yang sedikit banyak mengurangi tekanan atas sebuah kehilangn. Kita harus bisa mencari sebuah pembenanran...atau berusaha keras mencari jawab kenapa Tuhan memberikan kita sebuah kehilangan. Mungkin itu sebuah pertanda, menjelaskan bahwa akan ada sebuah peristiwa besar dibalik kehilangan itu atau malah sebuah hidayah....

Catatan yang saya buat memang hanya pikiran yang sempat terpikir atau lebih tepat menuliskan pikiran. Dan kadang merasa ajaib, karena suku kata tersebut seperti tidak terpikirkan sebelumnya. Saya menyebutkan tulisan dari Tuhan. dan hampir setahunan ini saya kumpulkan berharap suatu saat akan menjadi cinderamata buat anak dan cucu......

dan kembali mengenai kehilangan...rasanya aneh saat melihat cataan tersebut tidak lagi bersama saya...entah hilang kemana.....kemudian saya bertanya kepada teman yang sepertinya mengetahui sebuah proses. dan berusaha mencarinya kembali di tempat sampah dunia maya. Seumpama memang catatan tersebut bermuara di sana....tapi setelah dipikrikan...buat apa.......saya akan coba membuat kehilangan itu menjadi sebuah kejadian yang indah. Mengingatkan saya kembali untuk lebih siap menerima kehilangan. Karena selama ini saya merasa kurang bersyukur. Hanya memaksakan kehendak lewat tulisan. dan saya pikir catatan tersebut sudah muak menjadi bagian dari hidup saya. Hanya berisi keluh kesah..atau ajakan "memaksa" untuk membuat rumah bersama yang bahagia bersama kekasih....dan itu semua akhinya omong kosong......mereka tidak mau lagi menjadi sampah......

Ya...saya harus terus menulis. Tapi mungkin tidak hanya sebuah kegagalan..atau membuat hati sengsara..tapi sebuah kebahagiaan. Menuliskan betapa saya belajar siap menerima keadaan, hingga kini saya masih berusaha mencari pasangan hidup yang menerima kehidupan dunia ini indah apa adanya....tidak hanya hidup dalam dunia benda melainkan dunia dengan segala kerendahan hatinya.
Saya pikir, saat membaca ulang tulisan saya yang hilang. Saya merasa bodoh...kenapa selalu harus terjebak dengan kehidupan kacamata kuda...berfokus tulisan hanya untuk asmara yang berantakan. Seolah itu sebuah kebutuhan primer yang menggantikan makanan dan lauk pauk.

Oleh sebab itu...di sinilah saya....saya akan kembali menulis...biarkan tulisan yang sebelumnya terbang melayang menemani angka 30....saya akan terus berusaha menjadi peramu kata.....yang lebih menghargai diri saya dan kehidupan semesta........(24 Mei 2010)

Minggu, 16 Mei 2010

Hujan

Seseorang teman sempat mampir ke halaman penuh tulisan. Dia pikir akan bertemu dengan hamparan bunga dengan langit biru dan hangat matahari. Tetapi ia menemukan ruangan yang dingin, putus asa, berharap tiada akhir, intinya tidak menghadirkan keceriaan.

Maaf, mungkin memang begitulah hidup. tulisan tentang hidup itu seperti cermin. Begitu pecah, gambaran diri akan berserak saat keinggnya memantul dan menggesesk tubuh jadilah luka.

coba kubuta satu tulisan yang kau inginkan....

" Siang yang cerah di minggu yang indah, terbenam dalam ruangan kaya kenangan. Semua hadir memberi kehangatan saat rintik hujan di luar mulai menciumi bibir selokan. Rintik hujan di akhir musim. Musim terus berganti, kuntum bunga mekar, menjadi bunga, layu kemudian mati....lalu siklus hidup dimulai dari awal lagi....kuntum bunga mekar, menjadi bunga....dan menunggu mati......Dan aku masih mengawasi lewat telinga, bunyi yang indah, seindah harapan. Hingga seoarang sahabatku berujar....biarkan kita menjadi apa....dan kini hujan, biar kita terjebak di rungan, tapi siklus hidup terus berjalan. Hujan berhenti, pelangi mencoba mengusir kelabu awan di pucuk bukit, dan bunga kuning bermekaran, aku berjalan menyusuri bibir selokan....riak air perlahan menghipnotis..kebahagian itu mahal harganya...dan sebagian itu terbeli saat rintik hujan turun sore tadi......"

Bagaimana ?..ruangan sedikit terbuka sahabat..kau tidak akan lagi menemui ruangan gelap yang pengap...ada sedikit celah tempat masuknya sinar dan melihat bahwa aku bahagia adanya.........

Sabtu, 15 Mei 2010

Minggu Indah

rit!!! begitu pedal sepetua ku berbunyi saat dikayuh...celana pendek warna crem....kaos oblong merk angsa buatan cina....dibalut baju kemeja lengan panjang berbahan planel bergaris biru dan putih....pagi sudah sangat terangnya.....saat beberapa kayuh speda tua meninggalkan jalan Menteri Supeno. Jalanan menurun di depan RS Dr Kariadi masih lengang..hanya orang yang tidak bisa menikmati pagi yang indah menarik gas motornya dalam-dalam, meninggalkan jejak hitam diatas aspal dan suara auman keras siap menerkan para pejalan kaki. Asu!!! umpat beberapa orang yang sayang nyawanya daripada mengorbankan hidup indahnya untuk pengendara yang tidak tahu diri. Sepeda terus melaju....keringat menetas perlahan....kaos oblong putih telah sepenuhnya basah...saat bel St cristophere buatan Jerman Barat berbunyi riang...kring..kring.....mempersilahkan sejumlah orang menyebarangi Jalan Kalisari....

Masih di Minggu pagi....di Katedral sejumlah umat beribadah khusuk...mengolahragakan jiwa dengan bertemu Tuhan...dan ku sedang mensyukuri nikmat sehat dari tuhan dengan mengayuh sepeda tua mengolahragakan raga dan jiwa....dan di Tugu Muda tepat di depan Gedung Lawang Sewu....Tidak ingin terjebak dalam dunia kebendaan yang fana ku mengucap syukur..sembari menunggu lampu hijau...di antara pengendara bermuka motor bermuka dingin......" Terima kasih Tuhan...kesempatan ini yang sangat langka.....Minggu pagi indah...dan bertemu dengan sahabat Jiwaku Gedung Lawang Sewu......"

Lampu hijau menyala, semua melesat seperti kilat seperti hidup akan berakhir esok...ku masih mengayuh sepeda perlahan....kritt....kritt....begitu suara pedalnya saat dikayuh.........

Pasar Malam

berwarna-warni. roda berputar di pasar malam. Takjub. Membetuk garis-garis seperti jalanan tempat mimpi mengkristal. poros warna-warni. orang-orang berlalu-lalang. Pasar malam. makanan ringan seperti kwaci laris manis. pasangan muda-mudi dimabuk cinta. Aku diam. Tak sanggup menuai kata. Hanya senyum seperti yang lainnya. Mengumpat di balik ilalang. menghadap gunung meminta dingin. roda terus berjalan. Umur semakin berkurang. ah spirit santiago kembali hadir. Berkelana pergi kepadang ilalang ke padang ilalang lainnya. Tidak menggembalakan domba, hanya sabar. Pasar malam. Tempat yang indah melupakan lelah dan rencana. Pasar malam. Aku ingin bermimpi pasar malam bersama tanpa ekspektasi.........

Selasa, 11 Mei 2010

Lupakan

Merayap menahan ragu.....sambangi malam meminta jawab....jangkerik kecil mengerik....menjawab "Lupakan!!!!".....putar haluan !!! cari kebahagian di mimpi yang lainnya.......biar saja senapan berburu menyalak..jangan ragu untuk berhenti...karena takut hanya milik pengecut.....kita hidup untuk harapan.....sisi buruk siap menjemput....kepalan tangan tetap disaku.....jangan ragu dan sungkan...tanganku ada untuk diraih.....malam-malam aku datang......hanya ruangan kosong menunggu....ku tulis dengan pensil dindingnya " rindu".........

Senin, 10 Mei 2010

Jalan Panjang

leher botol itu siap direngkuh...hijau membuat haus dikala panas mendera pada malam hari. Aku lihat teman sedang rindu kekasihnya semua. menatap jauh kelangit-langit kontrakan.....sementara mili-demi mili...air menyesap dalam sendi-sendi. membangun halusinasi. dan semua pasti baik-baik saja. Indah kita yang buat...jangan dicari. seperti kebahagian.....marilah semua bersulang. Malam ini rawan bersedih. Kita terlalu lelah. Sementara panas dan ketidakpastian saling berlomba paling dulu merusak kesadaran.

Ah tidak. Aku sudah berjanji. Bukan untuk siapa-siapa. Aku hidup untuk diriku sendiri malam ini. Karena semua sibuk-terlalu sibuk Hingga lupa bahwa benang merah perlu dijaga. Aku akan merawat diriku sendiri. Karena langkah telah berhenti, dan hati sudah tertambat rapi.

Aroma pengharum ruangan mulai bekerja. mengusir lembab dinding rumah tua. Aku tidak lihat siapa-siapa. Hanya ada aku dan aku.

Berjuang dan memberi kebahagian dengan tanganku sendiri........

Jumat, 07 Mei 2010

Musim

Malam kau menjadi saksi perbincangan tadi. Angin tidak membawa ku serta menggenapkan rencanannya. Aku hanya bagian kecil, atau mungkin tidak ada nilainya. Hanya diberi sejengkal tanah kosong untuk ditapaki diam, dan melihat angin pergi sambangi tempat-tempat asing. entah pertanda apa ini. Sudah lupakah janjinya, untuk tetap bersama. Sedih dan suka. Dan kebun kini menjadi coklat tidak berpenghuni. Rumput hitam melambai perlahan. Jejak angin masih tersisa. Lalu mulai kupungut satu biji, seprtinya bunga matahari. Lalu kulempar ke arah angin untuk mengusir kecewa. Biji terbang kembali ke tanah, lalu hujan turun. Perlahan dia tumbuh, dan berkembang. Kecewa akhirnya menjadi indah. Biar angin pergi, tapi kenangannya menumbuhkan bunga. (20 Maret 2010)

Aku

orang bilang itu kimia atau chemistry....gak ada yang jual dimanapun. Hadir saat mata bertemu mata, dan mendapat jawaban dari kedipnya. "Ah sudah tidak ada kimianya lagi...hambar.." begitu ucap seorang teman dikala sedang membasuh kerongkongan dengan minuman. Ya tentu hilang, kau asyik dengan duniamu dan sahabat jiwamu juga asyik dengan dunianya. Lalu apa yang harus dikimiakan. Sementara kimia itu seperti sanjungan saat lelah, rindu, tetapi dia absurd adanya. Tidak terlihat. Dan kau seperti berada diantara hamparan ladang pencarian. Kau hanya melihat dirimu berserta bayanganmu saja. Hubungan itu tetap ada tentunya. tapi raksasa gelap yang beranama ego mendominasi dalam tubuh. Kau selalu menganggap apa yang baik untuk dirimu serta merta akan diterima. Tanpa kau urai sejauh mana benang kusut tersebut akan berakhir. Dan kau hampir memecahkan cermin diri yang bersemayam dalam sahabat jiwamu. Biarkan plester hitam membekap mulutnya. Atau kain hijau muda ditutupkan dimatanya. Kau tetap saja menggenggam tangannya. Erat. Tapi hampir tidak ada diskusi. Hanya ada kau dan dirimu, dan tentu orang yang kecewa. Ah pengorbanan dalam perjuanagan itu kini hanya momok yang hilang seperti asap rokok. Tidak ada lagi kita bagimu. Yang ada hanya aku. (23 Maret 2010)

Lingkaran


Semua berserakan. Saling menindih. Saling menendang. Catatan berisi rencana berterbangan. Sebagian hurufnya mengabur. Tintanya luntur oleh hujan. Sejak sore dan kini malam. Hanya memikirkan rumah warna biru. tempat ditanam mawar di halamannya. Hanya batang hijau beserta durinya yang kini tinggal. Kembang warna-warninya jatuh lunglai tak kuasa menunggu.

Semuanya berserakan. Akal sehat yang tersisa kini hanya tinggal kenangan. Hanya pikiran-pikiran yang tidak berguna yang tersisa. Seperti menumpahkan cat warna-warni ke dalam ember berisi air. JAdinya hanya abu-abu. Suadah lama bingkai di ruang tamu diam tidak berpenghuni. Hanya sesekali ngengat hinggap menunggu lampu dinyalakan pada malam hari.

Mari bersulang sahabat. tuangkan teko berisi mimpi dan kenyataan. Seperti minyak dan air. Teguk, dan sesapi rasanya. Walau hambar, begitulah hidup. Bukan amasalah rasa, melainkan perjuangannya.

Kini kita saling berhadapan. Tanganmupun kugenggam tidak lagi dilepaskan. Biar diam yang berjani. Bahwa pertemuan nanti akan menutup semua episode akhir dari sebuah lingkaran.

Krisan


Krisan yang cantik..sejak aku menyusuri jalan setapak kemarin malam, aku sudah tidak bisa lagi mencium aroma malam. aku hanya merasakan dingin di kaki ku. embun yang menyelimuti ilalang kini menempel di kaki hingga sebatas lutut. Aku terus berjalan walau aku tahu jam telah menunjukkan hampir dini hari. Saat aku mencoba mendengarkan detak jam berbunyi..aku hanya merasakan nafas yang tersengal akibat lelah. Krisan kau buat hariku lebih berarti..walau dalam menjalaninya hanya ada kepongahan dan keangkuhan aku yang kerap membuatmu bersedih, sehingga menenggelamkanmu dalam lamunan. Lima tahun yang lalu krisan..saat kusadari bahwa dirimu indah adanya..seperti mentari yang baru terbit setelah hujan semalaman. Kini di telapak tangan ku kau, krisan, terlelap, dan kubawa tidur semalam tadi walau aku tahu hari telah berganti..dan kau telah meninggalkanku bersama hujan tadi pagi...selamat jalan krisan..aku akan mengingatmu seperti malam yang indah adanya.....(28-0ktober-2008)