Saat kaki melangkah menuju rumah biru di pucuk bukit, senja mulai datang. Selalu saja, jalan menanjak hampir 45 derajat menjadi bagian yang paling menyenangkan sata pulang. Bisa membayangkan setelah sekian lama berbagi perhatian dengan pekerjaan, dan akhirnya bersiap kembali melabur pewarna di dinding kayunya yang mulai kusam. Dan pewarna biru beserta kuas berayun-ayun saat tubuh menapak setapak terjal, dan licin, karena rumput mulai basah oleh embun. Ah rumah biru sudah dibangun sejak lama, ayah dan ibu belum sadar memeiki anak bernama suara. Sejak dulu rumah birumenjadi tempat paling istimewa untuk berpetualang dalam ombak imajinasi. Berselancar bersama potongan kayu dar sampan yang pecah menumbuk karang.
Rumah biru, tempat nenek berada. Tidak ada lagi mie goreng, atau teh manis hangat istimewa buatannya. Ya sejak 2004, nenek pemilik rumah biru kembali menjadi bintang. Dimalam yang gelap. Hanya sebuah gurauan utnuk terus berjuang merealisasikan setiap imajinasi, dan untuk terus bermimpi yang selalau ku ingat.
Datanglah malam ini, dengan segala keajaiban. Ada satu pertanyaan yang selalu bisa kau jawab walau kau hanya diam...... (24 Mei 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar